Selasa, 16 Februari 2016

Sahabat Imajinasi

Hari minggu yang cerah, kupandangi langit biru membentang luas. Kududuk di balkon rumahku, tempat favoritku. Aku merasa langit memelukku dengan erat dan hangat. Matahari menyapa dengan senyumannya. Aku pun balas tersenyum, kuucapkan Selamat Pagi Dunia….
Hani… kita sarapan yuk, ajak ayah dari bawah. Iya, ayah…. Hani turun. Aku bergegas turun karena memang perut ini sudah memanggil dari tadi.


Hari ini ada rencana kemana? Tanya ayah kepadaku… Aku mengerinyitkan dahi terkesan seperti Profesor yang sedang berfikir keras. Ehm….. gak ada yah sahutku disambut tawa ayah yang renyah. Kenapa ketawa yah? Sahutku bingung. Kamu itu lho… lucu, persis ibumu.

Aku terdiam, Ibu… sosok yang tak pernah kukenal. Aku anak tunggal yang kesepian, Ibu meninggal ketika melahirkan aku, ayah pun tidak menikah lagi mungkin dihatinya masih ada nama Ibu. Ayah memandangiku dengan mata berbinar, kami terdiam tak mampu bicara, aku tersenyum padanya seolah hatiku benar2 tenang padahal……

Minggu itu kami lewati hari dengan ceria karena siangnya kami tamasya ke Taman Mini hingga lelah menghampiri kami. Malamnya kulewati dengan senyuman menghiasi wajahku. Ayah… aku mencintai dan menyayangimu. Tak lupa aku ngobrol dulu dengan Berry, hehe ia adalah boneka beruangku, milik ibuku dulu, aku merawatnya dengan baik, aku memanggilnya Be.

Hoaamz… aku terbangun dari tidur lelapku… morning Be? Aku melirik Be dengan senyuman, seolah2 Be berkata.. Sholat Ne… Iya sahutku. Be memang sahabat imajinasiku, aku merasa bisa tenang bila bicara dengannya padahal aku tau itu bodoh.

Setelah upacara aku masuk kelas, Ne PR mu udah dikerjain belum? Tanya Ririn, aku mengangguk kecil, kupegang bukuku dengan erat, aku tak rela ririn selalu nyontek padahal aku mengerjakannya dengan sungguh2 dan saat maju ia selalu terlebih dahulu dan selalu mendapat pujian dari guru. Aku sebel…

Be… gimana caranya bisa lepas dari ririn? Tanyaku dalam hati kepada gantungan kunci berbentuk Beruang yang selalu kugantungkan di dompet pensilku. Aku tak punya teman di kelas. Orang2 menganggapku aneh. Aku sedih Be…

Seminggu lagi hari Ibu, Sekolah akan mengadakan acara, OSIS sibuk menyiapkan kegiatan, perlombaan antar kelas akan segera dimulai. Wali kelas menyuruh aku untuk ikut lomba baca puisi. Aku senang sekali, itu tandanya guru percaya padaku. Dirumah dengan segera aku mengambil pena dan kertas untuk menulis puisi tentang Ibu, tak lupa ada Be di samping aku.
10 menit aku duduk memandangi kertas yang masih kosong. Buntu… tak ada ide. Kurebahkan tubuhku di kasur, kupandangi awan yang mulai gelap pertanda hari akan hujan. Be… awan akan menangis… sepertinya ia tau apa yang kurasakan. Daun2 bergoyang kencang seolah ia tahu gemuruh hati yang kurasakan.

Teeeeenn…. Ayah pulang. Aku meloncat dari tempat tidurku. Aku berharap ayah dapat membantuku untuk membuat puisi. Ne… suara ayah memanggilku, ayah punya kejutan untukmu. Terlihat sosok wanita muda dan cantik bersama ayah. Mereka terlihat akrab sekali. Aku tersenyum untuk menutupi rasa risauku. Siapa dia yah? Dia teman ayah, kenalkan…. Namanya Ranti. Malam ini kita makan malam di luar ya, sahut ayah, ayo Ne siap2.

Pantai? Kita makan malam di sini yah? Indah sekali… kami bercengkrama bertiga, ternyata wanita ini baik, ia selalu membuat cerita lucu. Aku bahagia bila ayah bahagia. Perlahan aku pergi meninggalkan mereka berdua, kuraih Be yang duduk sendiri di dalam mobil, aku berjalan di pinggir pantai yang dingin. Hanya aku dan kamu Be saat ini, kita melihat pasir , apa yang kamu bayangkan Be? Heemz aku membayangkan pasir ini tempat tidurku. Tidur yuk? Kurebahkan tubuhku, aku terpejam dan membayangkan sosok Ibu yang wajahnya hanya ada di foto kamarku. Tak kusadari aku tertidur.

Ne…. dimana kamu… ayah mencari….. lihat…. Ranti berteriak histeris. Itu Ne… Ne!!!!!!!
Terdengar suara ayah memanggil, Ne… aku dimana yah? Ne dirumah sakit nak, kamu terbawa ombak. Untung kamu selamat nak, ujar ayah. Be…. Dimana be ayah? Ayah bingung, siapa Be? Be boneka beruang punya ibu! Ayah. Ayah terdiam, saat kamu terseret ombak, kamu tidak megang apa2. Tidak!!!! Jeritku, Be !!!! aku berusaha bangkit, aku ingin berlari, Be!!!!! Kamu dimana ? Ne, sudahlah nak, nanti ayah belikan yang baru ya? Tidak! Ayah tidak mengerti, Be sahabatku ayah…. Selama ini ayah sibuk bekerja, taukah ayah? Aku sendirian, aku kesepian…. Hanya Be yang menemaniku. Dari aku kecil aku tidak mengenal sosok yang bernama Ibu! Taukah ayah Be yang menasehatiku bila aku sedih, ia yang membangunkanku disaat aku terjatuh. Di sekolah, aku tidak punya teman ayah, hanya Be yang mengerti aku…. Tidakkah kau pahami hatiku, ayah?????

Ne… ayah terdiam, nampak buliran bening terjatuh dari matanya. Maafkan ayah nak…. Ayah tidak tau… ayah sayang Ne, tidakkah kau tau? Ayah juga kesepian, ayah ingin bicara tapi tidak tau hendak bicara dengan siapa? Di pikiran ayah hanya ada kamu, kamu dan kamu Ne. Tapi maaf, ayah tidak tau caranya. Saat malam, ayah masuk ke kamarmu, ayah selalu mencium keningmu, ayah menyetel alarmmu supaya kamu bangun untuk sholat subuh, ayah tidak menikah karena ayah takut kau akan marah dan bingung, tapi sekarang kau sudah mulai beranjak remaja, ayah tidak tau apa perkembangan dan pikiranmu…. Maaf…. Maafkan ayah Ne…. Ayah bukanlah ayah sekaligus ibu yang baik untukmu. Maaf……
Kami berpelukan…. Kami menangis bersama. Nampak Ranti memperhatikan kami, perlahan ia pergi meninggalkan kami di ruang itu.

Esoknya, aku pulang… aku sehat hanya saja hatiku masih terasa perih bila ingat dengan Be. Be…. dimana kamu????? Terlihat ramai orang menyambutku di pintu rumah, ya mereka pembantu sekaligus keluarga bagiku. Nampak tante Ranti menghampiri dan memberiku sebuah kotak. Kado? Terima kasih tante, aku tersenyum tapi tidak bergairah untuk menyambutnya. Aku lelah… bolehkah aku masuk ke dalam kamar? Ayah dan tante Ranti tersenyum seolah mereka memberiku waktu untuk menenangkan diri.

Be… sekarang aku benar2 bicara sendiri, tak ada kamu, kamu hanya ada dalam pikiranku. Aku benar2 nampak bodoh. Hufftt…. Kupandangi kotak kado tadi, apa isinya ya? Tante Ranti… dia berusaha menarik perhatianku dengan memberikan kado ini. Aku…. Kenapa aku? Ada rasa cemburu jika melihat ayah bersamanya. Kubuka perlahan kertas kado ini, nampak sebuah boneka berwarna pink, harum… kupandangi boneka beruang itu. Secarik kertas tersembul dibawahnya, Ne… ketika kau dirumah sakit, aku benar2 tersentuh melihat kau dan ayahmu bersama. Aku… bukanlah orang yang baik tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Aku kembali ke pantai itu, aku mencari Be sahabatmu, entah benar atau tidak aku menemukan boneka beruang pink terdampar di batu karang. Aku cuci di loundry dan kubungkus untukmu. Maaf jika boneka itu bukanlah Be sahabatmu…

Kubuka bungkus plastik boneka itu, kulihat kuping belakangnya, ada nama Ne terjahit disitu. Be…….
Aku berlari ke bawah, kupeluk ayah, yang kaget melihatku, aku hanya tersenyum dan meloncat kegirangan, terimakasih ayah, karena engkau telah membawa Malaikat baru dirumah ini. Tante Ranti tersenyum, aku melihat ketulusan di wajahnya. Tante, maukah tante membantuku untuk membuat puisi tentang Ibu? Aku melirik ke ayah, Ayah tersenyum senang. Tentu, jawab tante Ranti, jika malaikat remaja ini mau menerimaku di rumah ini. Hahaha kami tertawa bersama…. Be…. sekarang aku tidak akan pernah kesepian lagi karena Malaikat tak bersayap telah hadir disisiku…..

0 komentar:

Posting Komentar